Love Season Part 8

Love Season Episode 8

Fajar mulai menyingsing. Udara mulai menghangat menggantikan suhu yang semalam mampu membuat orang menggigil kedinginan. Sinar surya menyelip dari balik jendela mencoba membangunkan dua orang pemuda yang masih terlelap di atas ranjang sana. Wajah salah satu dari mereka menyelik merasakan panasnya usapan sinar mentari. Matanya membuka diikuti tangannya yang cepat menahan sinar langsung itu masuk ke dalam matanya. Dia mencoba bangkit dari posisi itu, namun sebuah benda menghalanginya. Tangan temannya yang sudah mengikat dirinya. Barulah dia sadar, di mana dia tertidur. Di mana dia membaringkan kepala dan wajahnya. Sebuah dada.

Dada itu tak beralas. Tak ada sehelai benangpun yang menghalangi sentuhan wajahnya dengan dada lelaki di bawahnya. Sejenak dia berpikir. Apa yang terjadi? Namun ingatannya tak kunjung kembali. Dia masih terfokus untuk melepaskan dirinya dari pelukan itu. Untungnya sang empunya tangan ikut terbangun. Dia melonggarkan pelukannya membuat laki-laki itu sadar bahwa dia sudah terbangun. Dia tersenyum pada laki-laki itu dengan senyuman hangat nan lembut. Amat manis dan penuh cinta. Tidak, ini bukan sesuatu yang menguntungkan. Ariel membulatkan matanya tanda terkejut. Dia terkejut menyadari Revan yang sudah terjaga. Dia tidak tahu harus berbuat apa. Dia,, dia tidak ingin tertangkap dalam keadaan seperti ini.

Srek srek.. dengan cepat dia bangkit dan berlari keluar menuju kamar mandinya meninggalkan Revan yang heran. Dia mengunci dirinya dari dalam. Takut Revan akan datang mengejarnya. Sekejap kemudian ingatannya menghampiri.

“I Love You, Riel.” Ucapan itu membuai mereka. Revan melonggarkan pelukannya mencari wajah Ariel. Dan dia menemukannya sedang tersenyum sayu. Perlahan, kembali Revan mendekatkan wajahnya kepada Ariel. Mereka ingin satu ciuman lagi. Namun bukan ciuman seper sekian detik seperti yang tadi. Mereka ingin yang lebih. Lebih hangat dan indah. Lebih nikmat dan lama. Cinta, haruskah berisi ciuman?

“Ya, I want it.” Ucap Ariel ketika Revan menuruni wajahnya. Ciumannya mengalir deras ke sekujur telinga dan leher Ariel. Ariel hanya bisa mendesah nikmat dan menarik rambut Revan.

Tak lama menikmati lehernya, Revan naik dan kembali meminta ciuman hangat dari Ariel, tentu saja Ariel memberikannya. Mereka kembali berciuman dengan panas sambil tangan Revan mencoba melepas kancing baju milik Ariel. Begitu pula sebaliknya, Ariel mengikuti apa yang Revan lakukan dengan mencoba membuka kancing baju milik Revan. Dengan cepat tangan mereka saling menanggalkan seragam masing-masing dan kembali bergumul. Mereka berpelukan, berciuman, lidah dan leher tidak jelas. Yang jelas hanya nikmat. Mereka bergerak dan menjatuhkan diri mereka ke kasur. Revan kini berada di bawah Ariel. Mata mereka saling bertatapan. Sejenak raut muka Ariel sepertinya agak berbeda dari yang sebelumnya. Dia nampak bingung dengan keadaannya sekarang.

Cup.. Satu ciuman pemanggil melesat kepadanya. Nafasnya kembali memburu. Dengan cepat dia turun menjelajahi setiap lekuk tubuh Revan. Dada bidang yang berisi. Berwarna putih kenyal yang menambah kesan gumpalan ototnya. Dihiasi puting indah yang coklat kemerahan menantang Ariel untuk menghisapnya. Keras dan kencang. Sedikit ciuman hangat lalu turun ke bawah. Mencari daerah pusarnya menyusuri kotak-kotak yang dibentuk perutnya. Revan menggelinjang keenakan. Matanya dipejam sambil mengencangkan tubuhnya hingga pinggangnya naik menyentuh Ariel yang menunduk padanya.

Melihat hal itu Ariel mengerti bahwa Revan sangat menyukainya. Dia pun mengulanginya lagi dan lagi di daerah sekitar perut kotak dan pusarnya itu. Tak lupa tangannya mulai menyentuh celana abu milik Revan. Dia mencoba membukanya. Dan yah, berhasil. Sekarang, tinggal ditarik dan bless, hanya tersisa selembar celana dalam saja. Ariel memandangi bagian sekitar celana dalam itu dalam diam, Revan yang menyadarinya bangkit dan mulai mengambil alih. Dia menciumi seluruh tubuh dan leher Ariel dengan lembut. Perlahan dan hangat. Menurun hingga ke daerah perutnya yang datar. Sama halnya dengannya, Ariel mengencangkan tubuhnya ketika dia mendekati daerah itu. Namun Revan tak mau bermain di sana. Dia kembali ke atas menuju dada mulus milik Ariel dan memainkannya dengan lidahnya. Nampaknya itu jauh lebih menghanyutkan dibanding bagian bawah sana. Buktinya Ariel langsung mendengus keras dan menjambak rambut hitam milik Revan.

Tak begitu lama, Revan juga berhasil menanggalkan celana abu milik Ariel. Kini masing-masing keduanya hanya tersisa selembar celana dalam saja. Dan tahu apa yang terjadi selanjutnya? Mereka kembali saling mengulum lidah, menempelkan dadanya dan mengadu pinggangnya. Kini Ariel berada di bawah tubuh Revan. Mereka berpelukan dan bergumul mengadu titik-titik syahwat mereka demi menghasilkan nikmat tiada tara. Seringkali mereka berguling memutar posisi atas menjadi bawah. Mengadu bongkahan di bawah sana sedalam-dalamnya hingga..

Hmm... ahng.. mm... semua berakhir. Ariel melemas. Dia tertidur. Menempelkan kepalanya di atas dada Revan. Tubuhnya masih berada di atas tubuh Revan dan Revan membiarkannya. Tak lama Revan mengamatinya dengan senyum, Revan mencoba menaikkan kepalanya, menciumi lelaki pujaannya tanpa membuatnya terganggu dalam tidurnya.

Cup.. sebuah ciuman yang lama sekali menempel di kepala sang putri. Putri laki-laki yang indah. Putri laki-laki yang ia cintai sepenuh hati. Hingga waktu mengantar kedua sahabat itu terlelap.

Ariel mengencangkan otot wajahnya menahan semua bayangan yang tak dapat ia terima hari ini. Dia takut menerima kenyataan itu. Dia malu. Bagaimana cara menghadapi Revan setelah ini. Ah... dia memekik dalam hati.

Byur.. Hanya itu yang dapat dia lakukan. Mandi dengan air hangat membersihkan tubuh dan dirinya. Mencoba menghilangkan kotoran dan ingatan semalam. Mencoba meresapi kehangatan air yang membalurnya demi mendapatkan kenyamanan dan ketenangan diri. Dalam-dalam dia menarik nafasnya. Bagaimanapun kisah ini sudah begini dan dia tidak dapat menariknya kembali seakan tidak pernah terjadi apa-apa di antara mereka. Dia memegang bibirnya, mengingat setiap kecupan yang semalam terjadi antara dirinya dan Revan. Dia berpikir keras. Apakah dia benar-benar menyukai laki-laki itu? Atau itu semua hanya nafsu semata? Hanya sebatas nafsu semalam dibawah pengaruh keadaan? Karena begitu tertekan dalam ketegangan, dia melakukan hal-hal yang tidak dia inginkan. Lalu bagaimana dengan Revan? Apa dia juga sama? Ah.. ini keterlaluan. Dia menghela nafasnya dengan kasar. Wajahnya ditekuk begitu frustasi. Sesekali digigitnya bibirnya sendiri saking beratnya ia menerima semua ini. Sekarang, apa yang harus dia lakukan? Apa yang akan dia lakukan kepada Revan? Bagaimana dia akan menghadapinya? Bahkan air hangat pun tidak mampu mengalihkan pikirannya dari pertanyaan-pertanyaan itu.

Kreek... Bunyi pintu kamar Ariel menyadarkan Revan. Di sana ada Ariel yang sedang melangkah pelan memasuki kamarnya sendiri. Dia berjalan sambil menunduk. Menyembunyikan wajahnya dari Revan. Sungguh, jika bisa, sekarang dia ingin sekali menjadi The Invisible Man. Dia tidak berani menunjukkan batang hidungnya sedikitpun kepada Revan. Sementara Revan sendiri nampak bingung dengan apa yang terjadi padanya. Dia bingung dengan reaksi yang Ariel berikan kepadanya. Namun hebatnya, dia tidak begitu memusingkan itu. Jika pun benar Ariel merasa malu padanya, maka dia juga akan menjauh. Dia juga bukannya tidak merasakan malu seperti yang Ariel miliki, namun untuk saat-saat ini, entah mengapa dia ingin mengabaikan semua itu demi Ariel. Tapi jika begini hasilnya, sepertinya dia juga harus bertindak normal.

“Riel!” panggilnya pelan. Ariel membeku. Dia memang sudah menebak kenyataan ini. Bahwa di antara mereka sudah pasti akan ada komunikasi. Tapi bagaimana cara menghadapinya? Itu yang mengganggunya.

Ariel menggigit bibir bawahnya tanda takut dan cemas. Dengan perlahan dia memutar tubuhnya yang masih terlilit handuk itu ke arah Revan. Tidak, aku harus bertindak normal. Ucapnya dalam hati mencoba tersenyum menutupi malu dalam hatinya. Namun nampaknya itu juga tidak begitu diperlukan lagi sebab Revan pun sudah mengambil inisiatif untuk menghindari kontak langsung dengannya.

“Gw butuh handuk. Lu punya handuk lebih?” ucapnya dengan pandangan ke arah lain. Entah kemana, yang jelas lensanya terlihat menuju sudut kiri matanya. Ariel yang menyadari tingkah Revan yang mencoba menghindarinya pun ikut tenang. Namun itu tak mampu membuat isi mulutnya terlepas dari kata kaku. Dia masih gugup dalam hatinya.

“A..Da. Di luar kamar mandi, ada banyak handuk yang bisa lo pake. Ehm..” Ucapnya salah tingkah diikuti dehamannya. Revan yang mendengarnya langsung bangkit sambil memberi anggukan. Dia melangkah keluar tanpa berani menatap Ariel. Sementara Ariel sendiri tak ingin menyempatkan diri menatapnya. Dia takut mata mereka berdua bertemu. Terlalu aneh untuk merasakan itu sekarang. Dan,, Ah... Ariel langsung memekik melepaskan gemuruh di hatinya. Revan sudah masuk ke dalam kamar mandi. Dia tidak akan mendengarnya. Ariel sudah bisa lega sekarang. Dia menggunakan lemari tinggi besarnya untuk menyandarkan diri. Hufhh... Sangat menegangkan.

Tak berapa lama, Ariel cepat-cepat mengenakan pakainnya dan turun ke bawah mencari sosok pelayan setianya.

“Bi, masaknya dua yah. Ariel punya teman di atas.” Ucap Ariel sudah siap di depan meja makannya. Dia sudah selesai menyiapkan pakaian untuk Revan. Tinggal menunggunya turun untuk sarapan bersama dan berangkat menuju sekolah bersama setelah mengambil tas di apartemen Revan.

Tak berapa lama pelayan setia nya yang memasak untuknya selesai menyiapkan makanannya. Nasi goreng tambah krispy ayam yang disuir-suir dilengkapi sambal kacang pedas khas si bibi. Dua porsi ditambah satu telor mata sapi dilengkapi jus jeruk hangat yang manis dan pas di tenggorokan. Pas seperti diatur, Revan turun setelah semua makanan siap tersaji di atas meja. Ariel menyambutnya dengan hati yang masih gugup. Namun dia memilih menguatkan dirinya dan bertindak seperti tidak ada hal aneh di antara mereka berdua.

Revan tersenyum. Dia merasa lega melihat senyum dari wajah Ariel yang nampak tak malu lagi kepadanya. Dia harus menjadi yang pertama menahan malunya agar Ariel tidak malu terus. Dan entah mengapa rasanya kini dia hanya ingin tersenyum terus menerus. Tapi hey, itu membuat orang di depannya kembali teringat kejadian semalam. Wajahnya kembali bersemu. Oh tidak, dia kembali memutar tubuhnya. Tidak akan dia biarkan orang di hadapannya melihat wajah semunya saat ini. Dan orang yang ditakuti pun akhirnya sadar kembali bahwa dia sudah memancing rasa malu itu keluar lagi. Aduuh.. hahahah..

Revan berdeham. Dia berpura-pura tidak ada apa-apa di antara mereka. Dia mengajak Ariel berbicara. Membicarakan hal-hal biasa hingga akhirnya topik tentang Geri menyibukkan keduanya dari pikiran kejadian semalam.

“Bukunya Geri?” sahut Ariel bingung. Dia lupa di mana mereka menyimpan buku itu.

“Masih di kamar Lo mungkin.” Balas Revan mencoba menjawab. Ariel berpikir. Revan mencoba bangkit.

“Biar gw yang ambil deh.” ucap Revan hendak ke atas.

“Gk usah, Van. Kayaknya tadi udah gw masukin ke tas gw deh.” ucap Ariel menyengir. Dia memeriksa tasnya dan ternyata benar buku itu ada di sana. Mungkin karena terlalu terburu-buru sampai lupa apa yang sudah dia lakukan tadi.

“Udah yuk, makan! Ntar telat lagi.” Sambungnya. Ariel benar-benar berhasil berakting seolah tak ada yang terjadi di antara mereka. Dan Revan di sana berdiri dengan senyum syukur yang kadang dicela oleh batinnya sendiri. Apa Ariel sedang berniat untuk mengacuhkan semua yang terjadi semalam? Apa dia akan menghindari kebenaran itu selamanya? Otaknya mulai berpikir yang tidak-tidak. Tapi jika tidak melakukan itu, rasanya dia tidak bisa berpikir dengan tenang. Ariel, apa yang kamu lakukan?

Revan menarik gas motornya dengan kencang. Namun Ariel sama sekali tidak menggubrisnya. Dia masih bertahan dengan posisinya. Tak sedikitpun dia berniat untuk lebih dekat ke punggung Revan meski di sana sudah ada tas yang memisahkan mereka. Dia juga tidak sedikitpun mengeluarkan suaranya. Bagai patung yang bernyawa. Itu membuat Revan berpikir lagi dan lagi. Hey, apa semua ini pantas dia terima? Mengapa Ariel sedingin ini? Apa ini artinya Ariel tidak menginginkan apa yang terjadi semalam? Jadi itu hanya sebuah kecelakaan?

“REVAN!!”

DRAGGB!!!

Teriakan Ariel tak ada artinya lagi. Motor besar itu sudah berhasil menghantam mobil di depannya. Meskipun itu hampir bisa disebut bukan kecelakaan karena Revan sempat menarik rem motornya, tapi tetap saja itu bukan hal yang bagus. Mereka terpaksa memberi jaminan kartu pelajar mereka kepada pemilik mobil itu kalau-kalau mereka dianggap lari dari tanggung jawab. Ya, tanggung jawabnya tidak banyak, cukup dengan membayar biaya perbaikan, masalah akan dianggap selesai. Itulah mudahnya menjadi orang kaya seperti mereka. Namun meskipun masalah mobil itu selesai, masalah di antara mereka justru nampak semakin runyam. Wajah Revan semakin kesal. Dia sangat terganggu. Dalam pikirannya dia bahkan merutuki dirinya sendiri. Mengapa dia harus jatuh cinta pada Ariel? Mengapa dia begitu bodoh sampai menganggap bahwa yang terjadi semalam adalah sebuah pengakuan cinta? Kenapa dia begitu bodoh sampai-sampai tak menyadari arti dirinya bagi Ariel? Bahwa dia tidak lebih dari seorang teman. Bahkan dia dipakai layaknya sebuah mainan yang lalu diabaikan. Dia bahkan memikirkannya sampai membuat dirinya hampir mati kecelakaan. Kenapa dia begitu bodoh?

Tangannya terkepal erat menahan emosi di dalam dirinya. Dia memunggungi Ariel sambil menatap motornya yang dia parkiran di pinggiran. Melihat hal itu, Ariel merasa sangat bersalah. Dia sangat kebingungan. Hatinya bertanya-tanya, Apa yang harus dia lakukan sekarang? Dia merasa sangat bersalah. Dia yakin bahwa Revan tadi melamunkan dirinya. Tangannya terkepal erat, apa dia marah? Apa dia begitu kesal sekarang? Dia pasti sangat kesal. Tuhan, apa yang harus Ariel lakukan?

Bisikan demi bisikan mencuat terus menerus ke dalam pikiran kedua pemuda itu. Mereka bahkan tak bergerak sama sekali dari posisinya. Waktunya terbuang habis oleh pikiran-pikiran itu. Hingga salah satu di antaranya mulai sadar. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku harus membujuknya. Bagaimana caranya? Aku harus tahu apa yang dia pikirkan. Aku tahu apa yang dia pikirkan. Tapi aku tak cukup berani memikirkan hal ini sekarang. Tapi jika tidak, ini akan jadi runyam. Lalu.. Ah, tidak ada waktu lagi. Dan pikiran labil itu berakhir bersama pergerakan sebuah tangan ke arah lawannya.

“Van, yuk ke puncak!” Ariel mengajak Revan ke puncak. Tangan halusnya menggenggam tangan Revan dan mengelusnya dengan lembut. Sementara dia melakukannya, dia menatap wajah Revan penuh harap. Ditambah dengan bumbu cemas di atasnya. Perlahan wajah itu menunjukkan dirinya. Sang empunya nama menggerakkan matanya menatap tangan yang menggenggam tangannya. Dari bawah hingga ke atas. Dari ujung jari itu hingga ke mata sang empunya tangan yang satunya. Dan kini matanya bertemu mata memelas itu. Mata yang membujuk dengan penuh harap dan cemas.

Ok, dan mereka kembali mengendarai motor besar itu. Cukup kencang, tapi tak sekencang sebelumnya. Hingga memasuki daerah yang agak sepi dan berkelok di sekitar gunung-gunung, Ariel turun mendekati si pengendara. Dia menatap punggung itu lamat sambil mengambil nafasnya dalam-dalam. Satu pertanyaan melesat masuk ke dalam jiwanya untuk satu kali yang pertama dan terakhir kalinya. Sebagai sebuah pertanyaan yang jelas, lugas dan tegas.

“Wahai Jiwa, apa kau sungguh menyukainya? Apa kau sungguh jatuh cinta padanya? Dan apakah aku harus menerima perasaan cinta ini? Dan jika aku harus melanjutkannya, katakanlah! Jawab aku dengan getarmu. Katakan bahwa aku mencintainya dan aku tidak akan ingin lepas lagi darinya. Katakan bahwa aku tidak ingin dan tidak akan berlari lagi. Jawab aku dengan getarmu. Jika aku benar-benar mencintainya, berdebarlah.” Dan sesaat itu pulalah jantungnya berdentum bak derum yang dipukul keras. Bak genderang mau perang. Meluluh lantakkan hati yang lemah, menggoyahkan kepercayaan diri akan kata norma, menghasut akan kelemahan. Dan sesaat itu pulalah, tubuhnya roboh dan terjatuh menimpa punggung sang kekasih. Dia terjatuh. Maka dia akan paham arti perasaannya sendiri.

“Maafin aku, Van. Aku cuma kaget.” Ucapnya pelan dengan wajah bersalahnya. Kali ini dia akan menebusnya. Tangannya bergerak naik membentuk sebuah kalung pelukan ke tubuh Revan. Mencoba mengeratkannya menjadi sebuah pelukan yang ketat. Dan itu berhasil. Permintaan maaf dan tebusan itu berhasil. Sejak tadi Revan sudah tersenyum. Dia akhirnya mendapatkannya kembali.

“Gw sayang sama Lu!” ucap Revan kembali. Dia membalas ungkapan Ariel dengan kata-kata itu. Tangannya juga ikut memberikan isyaratnya. Mengangkat salah satu tangan dalam pelukan Ariel dan menempatkannya ke dekat bibirnya lalu diciumnya. Tangan yang mulus dan lembut. Pantas untuk dicium dan digenggam setiap saat.

Revan pun melanjutkan perjalanannya hingga sampai ke sebuah warung pinggiran, dia berhenti sejenak untuk membeli minuman dan makanan ringan untuk di puncak nanti. Dia tak ingin kejadian kemarin terulang kembali. Sejenak senyumnya menyungging memamerkan kebahagiaannya kepada Ariel. Dia seakan ingin berkata “Aku sangat bahagia karena ini” melalui senyum itu.

“Jadi, apa kita masih akan melanjutkan perjalanan ke Puncak, Tuan Puteri?” ucap Revan mencoba menggoda Ariel. Berbeda sekali dengan dirinya yang sebelumnya, namun ini tidak membuat Ariel merasa geli seperti biasanya. Ini hanya Revan macho versi penyayang, itu saja. Lantas apa gunanya dia menyangkal bahwa dia terpesona.

“Baik pangeran tampan. Tapi tolong jangan panggil saya putri, atau saya akan marah.” Sambut Ariel memberi senyuman pedasnya yang tak kalah nakal dari Revan. Mereka saling bertatapan lalu menghamburkan tawa mereka masing-masing. Ada rasa saling mengerti yang mengalir di sana. Ada rasa bahagia juga yang perlahan mengikis batu ketidaknyamanan milik Ariel atas nama norma yang telah ia langgar. Ini cinta. Itulah yang hatinya katakan demi mempertahankan kebahagiaan itu.

“Sayang, emang buat apa kita ke Puncak lagi? Kamu gk takut bolos sekolah dua hari berturut-turut?” ucap Revan begitu lembut dengan sapaan barunya yang tiba-tiba memanggil ‘sayang’ kepada Ariel. Ariel? Tentu saja dia terkejut. Bagaimana bisa secepat itu dia mendapat panggilan sayang yang begitu hangat nan lembut dari seorang Revan. Apa dia tidak salah dengar? Tentu saja tidak. Tapi hey, apa yang harus dia jawab sekarang? Apa dia juga harus mengucap kata sayang? Sepertinya tidak, karena dia memilih cara lain.

“I love you!!” dengan suara yang amat manja ditambah dengan pelukan lembut nan gemulai yang membuat tubuh Revan agak kegelian. Tebak apa yang Revan pikirkan! CANTIKNYA!! Sebuah kata yang kontras dengan kenyataan dari sang pemilik suara yang jelas-jelas adalah seorang pria. Namun itu tidak mengapa. Revan hanya ingin mengatakan betapa dia sangat menyukai tingkah kekasihnya saat ini.

“I love you too.” Jawabnya membuat keduanya tetap bertahan dalam senyumnya. Motor besar itu kini melaju pelan menikmati panjangnya jalan yang menyatukan mereka berdua.

“Aku gk akan pernah lupa hari ini. Aku gk akan pernah lupa sama hari ini. Aku gk akan pernah lupa sama panggilan sayang pertama dari kamu...!” Ariel berteriak di atas motor itu membuat Revan ikut bahagia mendengarnya. Tak ada lagi enggan, tak ada lagi segan, malu pun ditelan habis-habisan. Inilah cinta, cinta yang mengalahkan dunia dan norma. Karena jika bisa, kenapa norma tidak dibuat ulang?

Perjalanan pun berujung jua. Dua kekasih yang baru disemai oleh persemian cinta ini telah sampai ke tempat tujuan. Puncak cinta. Tempat di mana muda mudi sering menghabiskan waktunya untuk bercinta. Tentunya bercinta dalam artian yang lembut dan hangat. Sebuah proses peraduan yang hanya memakan sedikit nafas, namun berat dalam emosi.

“Gimana klo kita ciuman lagi?” ucap Revan dengan berani. Wajahnya berseri seakan Ariel tidak akan pernah menolak ajakannya. Sungguh berani dan percaya diri. Tapi..

“Gila! Ciuman tuh sama aspal.” Ucap Ariel membalasnya dengan mendorong bibir Revan menggunakan jari-jari tangannya.

“Wkwk,, emang siapa juga yang mau ciuman sama bibir ikan kayak gitu.” Sahut Revan mengejeknya. Lantas Ariel tidak membuang waktunya sia-sia. Mereka berkejaran, saling menggelitiki dan tertawa bebas. Menikmati masa-masa bersama dengan indah.

“Daripada bibir kamu, bibir buaya.” Sahut Ariel kembali memanaskan keadaan yang sudah tenang. Revan yang berbaring lemas di sampingnya mengumpulkan kekuatan dan bangkit kembali untuk memberinya pelajaran.

“Ahahah.. Udah cukup! Aku gak tahan lagi. Pengen pipis.” Ucap Ariel menahan tangan Revan yang sudah setengah menggelitikinya.

“Kamu kebelet pipis?” tanya Revan tiba-tiba serius dan begitu perhatian. Ariel menatapnya kagum. Dia sudah berubah banyak sekali secara drastis hanya dalam beberapa malam. Ah, ini mungkin karena dia ingin menunjukkan cintanya kepada Ariel. Namun Ariel tetap sangat bersyukur dengan itu. Setidaknya wajah kekasihnya tak lagi berisi amarah dan hawa tajam seperti dulu.

“Van, cium aku sekali aja.” Ucap Ariel terbawa suasana sambil menyentuh wajah tampan Revan dengan tangan kanannya. Revan yang sedari tadi sibuk mencari cara agar kekasihnya dapat pipis itu merasa terkejut karena tiba-tiba mendapat permintaan itu. Tapi itu tidak membuatnya lambat menyahuti. Dia langsung tersenyum menikmati belaian kekasihnya pada wajahnya.

“Aku cium yah!” ucapnya sekali lagi dengan amat ramah dan menurunkan wajahnya. Sekali lagi. Sebuah sentuhan bernama ciuman terjadi.

Love until the end. But this is not the end. Cause there, a sound is appearing.

Satu Pesan Video Belum Terbaca. Dari : Nomor tidak dikenal.

~ To Be Continued... ~

Terere rereettt.... Itu dia sentuhan demi sentuhan kasih mereka berdua.. Jujur setelah saya membaca kembali tulisan saya yang sudah lama saya simpan ini (untuk mengeditnya) saya malah kesemsem sendiri, senyum-senyum sendiri, malu dan tersipu sendiri. Banjir atas banjir bawah. Enaknyaaa!! HaHaHahh... Gila deh pokoknya. And I hope, meskipun banyak kecelakaan aneh alias kekurangan dalam cerita, semoga teman-teman semua tetap menyukai tulisan saya dan ikut merasakan apa yang saya rasakan ketika saya membaca tulisan saya sendiri ini bahkan lebih terhanyut lagi. So, Thank you veri much for reading my boys love story and see you in the hell wkwk.. Salam cium aja yah buat kalian yang sedang memaki saya :V Muach muach :* See you! <3

Episode Selanjutnya Klik Di Sini Guys :*

Comments

Popular posts from this blog

Pengalaman Pertama dengan Si Dia

Cowok Cantik Part 1